Jay terlihat diam, matanya masih terpejam. “Hihihi, ada Ray.” Chie mencondongkan kepalanya ke depan dari balik pagar dengan sikap manja. Bokeb Itulah Chie. Jay, sahabat terbaikku.Chie adalah gadis penuh pesona. Kutunggu saat-saat kepalannya menghajarku. Chie juga bercerita padanya (aku tak tahu bagaimana perasaan Jay saat itu) bahwa ia ingin menyerahkan keperawanannya padaku, sebelum menjadi milik orang yang sama sekali asing baginya. “Aku ingin bercinta denganmu, Ray.”
“Jangan, Chie!”
Kupegangi kedua pundaknya, menjauhkan kepalanya. Aku memang malas kuliah, aku harus mengakuinya. Aku dapat melihat alis matanya yang berkerut. Entahlah, itu urusan wanita. “Aku merindukan saat-saat ini.”
Kulihat Jay tersenyum dan memejamkan matanya. Mengembangkan otakku untuk memperawani mereka. “Chie, sudahlah.”
“Ray, Papa udah nggak ada.”
Kuusap belakang kepalanya, menekan tengkuknya, berusaha melegakannya. Selamat ulang tahun..!” Jay memukul kepalaku dengan sisi organizernya. “Hei! Seandainya hal ini benar, mungkin pelabuhanmu sudah dekat di depan mata.Sementara aku pun akan tetap tenggelam dalam tarian jemariku di atas




















