Betul-betul keras. Bokep crot Dadaku tiba-tiba berdegup-degup.“Bang, Bang kiri Bang..!”
Semua penumpang menoleh ke arahku. Baru saja aku memasang ikat pinggang, Wien menghampiriku sambil berkata, “Telepon aku ya..!”Ia menyerahkan nomor telepon di atas kertas putih yang disobek sekenanya. Matanya dikerlingkan, bersamaan masuknya mobil lain di belakang angkot. Ia hanya menampakkan diri separuh badan.“Mbak Wien.., aku mau makan dulu. Dipijat seperti ini lebih nikmat diam meresapi remasan, sentuhan kulitnya. Ia tepat berada di tengah-tengah. Si Junior tiba-tiba juga ikut-ikutan ciut. Badannya berbalik lalu melangkah. Agar kejadian kemarin terulang. Kadang-kadang ketimun. Pintu salon kubuka.“Selamat siang Mas,” kata seorang penjaga salon, “Potong, creambath, facial atau massage (pijit)..?”
“Massage, boleh.” ujarku sekenanya.Aku dibimbing ke sebuah ruangan. Suara itu lagi. Seakan sengaja memainkan Si Junior. Ah masa bodo. Ah bodoh. Ia tidak membalas tapi lebih ramah. Ia tidak melanjutkan kalimatnya.Aku tersenyum. Lagi pula percuma, tadi saja di angkot aku kalah lawan kancing.
