Wajahku mulai panas. Bokep mom Jendela kubuka. Tapi belum begitu lama ia pindah ke betis.“Balik badannya..!” pintanya.Aku membalikkan badanku. Lalu ia mengolesi dadaku dengan cream. Yes.., akhirnya. Jari tangan mulai dingin. Ia memulai pijitan. Ia tersenyum melihatku.“Maaf Mas, sapu tangan saya ketinggalan,” katanya.Ia mencari-cari. Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang mengalun dari speaker yang ditanam di langit-langit ruangan.Langkah sepatu hak tinggi terdengar, pletak-pletok-pletok. Menantang dengan mata genit sambil mendekati pintu salon. Angin menerobos kencang hingga seseorang yang membaca tabloid menutupi wajahnya terganggu.“Mas Tut..” hah..? Toh, si setengah baya itu pasti sudah lebih dulu tiba di salonnya. Napasnya tersengal. Wanita muda itu mengikuti di belakang. Kring..!“Mbak Wien, telepon.” kataku.Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Tapi ia masih berjongkok di bawahku.“Yang ini atau yang itu..?” katanya menggoda, menunjuk Juniorku.Darahku mendesir. Lalu asyik membuka tabloid.
