“Ukhti Leksiana…anti ndak papa…?” sontak teguran itu membuatku terkaget dan salah tingkah, ternyata ukhti Leli mengira aku sakit karena pekikan kecil dan eranganku membuatnya heran.Waktu itu, ia nampak anggun dengan potongan khas aktivis KAMMI, jilbab merah jambu sampai ke dada, atasan putih longgar, dan rok bluzz panjangsampai ke mata kaki.” Oh,Ukhti Leli…eng…nggak papa kok ukhti, aku baik-baik aja…” sambil segera ku cabut tanganku dari balik jubah merahku…
“oh…ya sudah, bener kamu nggak papa?”, tanyanya lagi.. Bokeb kak Feri…Kakak di mana?” sambil celingukan aku mencarinya… tiba-tiba
“Aaaahhh! toilet dan bekas jilbabku di tembok berlumut itu menjadi saksi bisu percintaanku dengan kak Feri. Mereka adalah aktivis KAMMI, yang rata-rata adalah senior di kampusku. Tak kusangka, bibir kak Feri mulai mencumbu bibir mungilku…kecupan, pagutan, dan sedikit sedotan bibir kak Feri membuat nafsuku membludak…pengalaman pertama mencium bibir laki-laki bahkan yang bukan muhrim, adalah satu hal yang paling dibenci kami sebagai aktivis kerohanian




















